CONTOH KASUS HAK CIPTA, MERK, PATEN, RAHSIA DAGANG, VARIETAS
TANAMAN DAN DESAIN PRODUK
NAMA
: ANDRI WAWAN (31214155)
Ø Contoh Kasus HAK CIPTA
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap
jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah
Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan
kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok
(hari ini) akan kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum
Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait
pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami
akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi,"
ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan
tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik
PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di
Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan
tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum
tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga
tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat
pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di
Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari
perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah
menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam
gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik
hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat
hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581
yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide
diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar
pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan
masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya
ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57
UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi
materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
Ø Contoh Kasuk Hak Merk
KASUS PELANGGARAN HAK MEREK
Contoh Kasus Pelanggaran Hak Merek
Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar
atau huruf yang berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang
beraneka ragam dengan tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih
keuntungan maksimal. Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem
perdagangan baik berupa barang maupun jasa.
Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai
pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau
seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan
pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama
dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut
diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah
gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi
merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis
produk sama ataupun sebaliknya.
Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik
bidang industri. Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan
ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan
membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta
analisis dan contoh-contoh lainnya.
1. Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan
Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek.
Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang
sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma
diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan
dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu
memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti
pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi
perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa
unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan
dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang
pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM
atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan
merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek
Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga
telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di
desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM
memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf
berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan
oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari
hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung.
PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas
merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma)
untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat
pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk
tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan
merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa
Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa
kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang
disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM,
yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan
seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61
dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana
penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan
berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma
dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek
Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan
bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
Ø Contoh Kasus Hak Paten
Baru-baru ini, pertarungan hak paten antara
Samsung dengan Apple di pengadilan nampaknya semakin meluas. Terlebih setelah
pernyataan terbaru dari perusahaan yang didirikan oleh Steve Jobs tersebut.
Apple mengatakan bahwa pemicu dari banyaknya pertikaian paten yang melibatkan
Apple tak lain dan tak bukan adalah OS Android. Di pasaran saat ini banyak
sekali beredar smartphone yang berbasis Sistem Operasi Android dan ditengarai
banyak meniru produk keluaran Apple.
Dilihat dari pihak Samsung sendiri, perusahaan
yang berbasis di Cupertino tersebut telah menyiapkan dokumen sebanyak 67
halaman sebagai bukti untuk melawan argumen-argumen yang dikeluarkan oleh
musuhnya tersebut. Namun, dokumen-dokumen tersebut ternyata tidak hanya
melibatkan Samsung sebagai pihak tertuduh pelanggaran hak paten. Beberapa
produsen Android lain pun termasuk di dalamnya.
“Apple telah mengidentifikasi lusinan contoh
dimana Android digunakan atau menjadi pemicu perusahaan lain untuk memakai
teknologi yang telah dipatenkan Apple,” tulis sebuah kalimat dalam dokumen
tersebut. Dokumen tersebut sebenarnya telah diperlihatkan kepada Samsung pada
Agustus 2010.
Namun ada yang menarik di balik perang paten
tersebut, ternyata ada hubungan mesra dalam bisnis hardware di antara keduanya. Perlu diketahui, bahwa
Apple merupakan pelanggan terbesar Samsung. Beberapa perangkat penting iPad dan
iPhone, diproduksi oleh Samsung.
Selain itu, Apple membeli panel LCD, flash
memory, dan prosesor dari Samsung. Keputusan perang paten di AS, sedikit banyak
akan mempengaruhi hubungan bisnis jangka panjang antara kedua perusahaan menginta semakin rumitnay kasus tersebut
bergulir dan belum adanya titik temu diantara kedua belah pihak yang berseteru.
Analisis :
Hak khusus pemegang paten untuk melaksanakan
temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan
memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada orang lain, yaitu:
membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan, untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. Hak ini
bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa dijalankan oleh orang yang
memegang hak paten, orang lain dilarang melaksanakannya tanpa persetujuan
pemegang paten
Ø Contoh Kasus PVT
Seorang petani jagung bernama Budi Purwo Utomo
terpaksa menjalani sidang di pengadilan negeri Kediri dan menerima putusan
bersalah atas tuduhan tindak pidana turut serta melakukan sertifikasi tanpa
izin. Oleh pengadilan negeri Kediri, si terdakawa, Budi Purwo Utomo, dinyatakan
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut seta
dengan sengaja ,elakukan sertifikasi tanpa izin. Terdakwa dihukum enam bulan
percobaan satu tahun.
Terhadap putusan tersebut, penuntut umum
mengajukan banding atas pengenaan hukuman yang dianggap kurang memenuhi rasa
keadilan. Putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Kediri. Terhadap putusan Pengadilan Tinggi, baik penuntut umum maupum terdakwa
sama-sama mengajukan kasasi. Permohonan kasasi penuntut umum berdasarkan alas
an bahwa pengenaan hukum tidak memenuhi rasa keadilan, sedangkan permohonan
kasasi terdakwa pada keberatan kedua menyatakan bahwa judex factie telah
menerapkan tidak sebagaimana mestinya.
Mahkamah agung menyatakan meolak permohonan
kasasi terdakwa. Alasannya, pemohon kasasi terdakwa maupun penuntut umum tidak
dapat dibenarkan karena judex factie tidak salah dalam menerapkan hukum.
Dalil-dalil terdakwa adalah bahwa judex factie telah salah mengartikan/
memahami uraian unsure “sertifikasi tanpa izin” dan karena itu telah salah pula
dalam penerapan hukumnya ke dalam kasus a quo.
Judex factie mengartikan atau menyimpulkan
hal-hal berikut ini.
1.
Penangkaran benih jagung atau memproduksi benih
jagung tanpa izin merupakan bagian kegiatan “sertifikasi tanpa izin”
sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat(1) huruf b Undang-Undang nomor 12 tahun 1992
tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
2.
Pengertian Judex factie mengenai “sertifikasi
tanpa izin” sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor
12 tahun 1992 adalah salah.
3.
Ada beberapa hal (yang harus dibuktikan) jika
kita akan menyatakan bahwa terdakwa melakukan kegiatan sertifikasi, yaitu bahwa
pengertian sertifikasi yang benar adalah pemberian sertifikat benih tanaman
setelah malalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi
persyaratan untuk diedarkan. Dengan demikian, unsure pokok dan terpenting
sertifikasi adalah pemebrian sertifikat benih tanaman. Adapun hal itu dilakukan
setelah didahului dengan beberapa tahapan, diantaranya pemeriksaan, pengujian
dan pengawasan.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, telah
terbukti bahwa saksi tidak tahu atau tidak melihat terdakwa melakukan kegiatan
pemeriksaan, pengujian laboratorium, pemasangan label, serta pengeluaran
sertifikat benih tanaman. Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa yakin bahwa
terdakwa memang bukan dalam konteks melakukan sertifikasi yang meliputi proses
kegiatan pemeriksaan, pengujian laboratorium, pemasangan label, serta
pengeluaran sertifikat benih tanaman. Semua tahapan tersebut harus dipenuhi
untuk menyatakan bahwa terdakwa melakukan sertifikasi.
Menurut keterangan saksi Ahli M. Najih di
persidangan, yang dimaksud sertifikasi tanpa izin adlah bila perseorangan atau
badan hukum yang tidak mempunyai kewenangan (izin menteri) telah mengeluarkan
sertifikat benih tanaman. Seseorang yang hanya menanam jagung tidak termasuk
melakukan kegiatan sertifikasi tanpa izin sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat
(1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992
tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
Dalam keberatan ketiga permohonan kasasi
terdakwa disebutkan bahwa Pengadilan Negeri Kediri telah menyinggung Hak PVT
dari PT BISI sebagaimana ternyata dalam pertimbangan hukum majelis hakim
Pengadilan Negeri Kediri halaman 33 yang isinya, “ Menimbang bahwa hasil
persilangan tanaman jagung FS4 dan FS9 menghasilkan jagung hibrida BISI-2 yang
merupakan jenis jagung unggul telah memperoleh sertifikasi dari Departemen
Pertanian dan varietas tanaman jagungnya telah dilepas oleh Menteri
Pertanian/pemerintah untuk diedarkan dan karenanya juga mendapatkan Hak
Perlindungan Varietas Tanaman (Hak PVT) sesuai Undang-Undang nomor 29 tahun
2000. ”
Pertanyaan kuasa hukum terdakwa adalah dari
manakah dasar putusan hakim yang menyatakan bahwa jagung FS4 dan FS9 telah
mendapatkan Hak PVT? Padahal, saksi-saksi: Sugian, Hadi Winarno, Suryo, dan
Triono Hardianto menyatakan saat ini PT BISI belum mempunyai Hak PVT, sedangkan
saksi Jumidi, Khusen, Dawam dan Slamet menyatakan tidak tahu.
Dalam perkara a quo yang paling mungkin
didakwakan kepada terdakwa adalah pelanggaran terhadap Hak PVT yag dimiliki PT
BISI yang dilindungi berdasarkan UURD. Namun, sebelum memutuskan adanya
pelanggaran Hak PVT, harus dibuktikan kepemilikan hak PVT berdasarkan tanda
bukti Hak PVT yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian c.q. Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman. Selain itu, harus diuraikan dan dibuktikan di
pengadilan tentang bagian mana Hak PVT yang dilanggar terdakwa. Dalam perkara a
quo jelas bahwa judex factie tidak menggunakan UURD sebagai dasar untuk
memutuskan pelanggaran tersebut, tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 12
tahun 1992tentang system Budi Daya Tanaman, khususnya pasal 61 ayat (1) huruf b
tentang sertifikasitanpa izin, yang justru merupakan sesuatu yang tidak dilakukan
terdakwa.
Ø Contoh Kasus RAHASIA DAGANG
Hitachi Digugat Soal Rahasia Dagang
Bisnis Indonesia, Suwantin Oemar, 21 Oktober
2008
JAKARTA: PT Basuki Pratama Engineering
mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Bekasi terhadap PT
Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127 miliar, karena diduga
melanggar rahasia dagang.
Selain PT Hitachi Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang
dijadikan sebagai tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas
sebagai mantan Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono
tergugat III, Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat
Widiastanto tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat
VIII, Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.
Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT Basuki
Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan pada 28
November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan itu
dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan metode
produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.
PT BPE bergerak dalam bidang produksi
mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin pengering kayu.
Penggugat, katanya, adalah pemilik dan pemegang hak atas rahasia dagang
metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di Indonesia "Metode
proses produksi itu sifatnya rahasia perusahaan," katanya.
Dia menjelaskan bahwa tergugat IV sampai dengan
tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para tergugat
tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan tergugat
PT HCMI.
Tergugat, katanya, sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai
memproduksi mesin boiler dan menggunakan metode produksi dan metode penjualan
milik penggugat yang selama ini menjadi rahasia dagang PT BPE.
PT BPE, menurutnya, sangat keberatan dengan
tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode
penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak.
Bayar ganti rugi
"Para tergugat wajib membayar ganti rugi immateriil dan materiil
sekitar Rp127 miliar atas pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".
Sebelumnya, PT BPE juga menggugat PT HCMI
melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus pelanggaran desain industri
mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis hakim Namun, PT HCMI
diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat.
Sementara itu, kuasa hukum PT HCMI, Otto
Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran rahasia dagang oleh PT BPE
terhadap mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada prinsipnya sama dengan
pengaduan ataupun gugatan BPE sebelumnya.
Gugatan itu, menurut Otto Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima
Bisnis, dilandasi oleh tuduhan BPE terhadap mantan karyawannya bahwa mereka
telah mencuri rahasia dagang berupa metode produksi dan metode penjualan mesin
boiler.
Padahal, ujarnya, mantan karyawan BPE yang
memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk mencari dan mendapatkan
penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja, dan sama sekali tidak
melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun peraturan perusahaan BPE. Bahkan,
menurutnya, karyawan itu telah banyak memberikan kontribusi terhadap BPE dalam
mendesain mesin boiler.
Dia
menjelaskan konstitusi dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi pekerja, termasuk hak untuk pindah kerja.HCMI optimistis gugatan
BPE tersebut tidak berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap
objektif, sehingg gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnya
Ø Contoh Kasus DESAIN PRODUK
Alpenliebe adalah salah satu merek permen yang
banyak digemari masyarakat Indonesia di masa kini. Permen Alpenliebe pada
awalnya dikenal masyarakat Indonesia sebagai permen dengan rasa karamel.
Seiring dengan perkembangan waktu, Perfetti Van Melle S.P.A sebagai produsen
permen Alpenliebe tersebut juga melakukan inovasi terhadap produknya dengan
meluncurkan produk baru yaitu Alpenliebe Lollipop.
Permen Alpenliebe Lollipop yang beredar di
pasaran Indonesia ternyata sempat menimbulkan sengketa desain industri dengan
salah satu produk permen dalam negeri milik pengusaha Indonesia. Agus Susanto
adalah salah satu pengusaha permen asal Indonesia yang memproduksi permen
Lollyball bermerek Yoko. Agus mengajukan gugatan pembatalan desain industri
Perfetti Van Melle S.P.A untuk jenis produk permen Alpenliebe Lollipop. Gugatan
Agus dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada bulan Juli 2009.
Persidangan perkara No. 42/Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST sudah memasuki
babak akhir. Masalahnya bersumber dari kesamaan desain permen Lollyball dengan
desain permen Lollipop. Desain industri milik Perfetti Van Melle terdaftar
dalam sertifikat No. ID 004058 tanggal 8 Januari 2003 dengan judul Lollipops.
Menurut kuasa hukum Agus dari Pieter Talaway
& Associates, kesamaan itu terletak pada bentuk dan konfigurasi. Namun
dalam gugatan tidak dijelaskan secara rinci dimana letak kesamaannya. Kesamaan
itu dapat mengecoh masyarakat tentang asal usul atau sumber produk Agus dan
Perfetti Van Melle sehingga bertentangan dengan Pasal 4 UU No. 31 Tahun 2001
tentang Desain Industri. Desain industri permen Alpenliebe dinilai tidak
memiliki kebaruan. Karena itu, dalam petitum gugatan, Agus meminta majelis
hakim agar membatalkan desain industri milik Perfetti Van Melle. Sebab sebelum
Perfetti Van Melle mendaftarkan desain industri permen Alpenliebe, konfigurasi
desain sudah beredar luas (public domain). Perfetti Van Melle dinilai tidak
beritikad baik dalam mendaftarkan desain industri. Agus sendiri telah
memproduksi permen Yoko sejak tahun 1999. Ia juga telah mengantongi sertifikat
merek No. 460924 pada 5 Januari 2001. Kemudian diperpanjang dengan sertifikat
No. IDM 000194839.
Kuasa hukum Perfetti Van Melle dari
Soemadipraja & Taher, menyatakan gugatan Agus tidak berdasar. Karena Agus
sendiri tidak pernah mendaftarkan desain industri Lollyball sehingga tidak
memiliki hak eksklusif atas desain permen Lollyball. Apalagi, melarang pihak
lain untuk mengunakan desain yang menyerupai desain permen Lollyball. Faktanya,
etiket desain industri permen Lollipops dan Lollyball pun berbeda. Etiket merek
permen Lollyball memiliki berbagai macam unsur gambar. Selain itu, pada desain
produk permennya terdapat garis di permukaan. Sementara, pada permukaan permen
Lollipops bergaris dengan alternatif warna yang berbeda. Garis itupun
bervariasi, ada yang horisontal, diagonal kiri ke kanan atau sebaliknya dan
atau tidak beraturan/bervariasi.
Dalam rezim hukum desain industri tidak dikenal
konsep kemiripan atau persamaan pada pokoknya dalam konsep perlindungan desain
industri di Indonesia. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM
mengeluarkan sertifikat desain industri untuk produk Perfetti Van Melle
menunjukan pendaftaran desain industri tidak bermasalah. Tidak melanggar
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama dan kesusilaan.
Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah melalui tahap
pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah diumumkan. Ketika, masa
pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon pendaftaran desain
industri yang diumumkan. Kuasa hukum Perfetti Van Melle menilai tidak mungkin
perusahaan asal Italia itu membahayakan reputasinya dengan meniru desain permen
dari produsen lain.
ANALISIS KASUS
Kasus sengketa desain industri antara permen
Alpenliebe Lollipop dengan permen Yoko Lollyball pada dasarnya diawali karena
adanya kemiripan di antara kedua produk tersebut dalam hal bentuk dan
konfigurasi. Gugatan yang diajukan oleh Agus Susanto kurang memiliki dasar
pertimbangan yang kuat karena Agus sendiri tidak pernah mendaftarkan desain
industri Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif atas desain permen
Lollyball. Selain itu dari pihak kuasa hukum Agus juga tidak dapat menjelaskan
secara rinci di mana letak kesamaannya.
Gugatan Agus semakin diperlemah dengan adanya
fakta yang dapat ditunjukkan pihak Perfetti Van Melle bahwa etiket desain
industri permen Lollipops dan Lollyball berbeda. Bukan hanya itu, Perfetti Van
Melle juga dapat membuktikan bahwa produk Alpenliebe Lollipop telah mendapatkan
sertifikat desain industri. Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van
Melle telah melalui tahap pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah
diumumkan. Ketika, masa pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon
pendaftaran desain industri yang diumumkan. Berdasarkan kondisi tersebut,
gugatan yang diajukan oleh Agus Susanto memang tidak cukup kuat untuk
membuktikan adanya pelanggaran desain industri yang dilakukan oleh pihak
Perfetti Van Melle.
Desain industri permen Lollyball seharusnya
segera didaftarkan ketika baru tercipta. Gugatan Agus Susanto menjadi gugatan
yang lemah karena Agus sendiri tidak memiliki serifikat desain industri atas
permen Lollyball. Meskipun telah memiliki sertifikat merek No. 460924 pada
tahun 2001, namun hal ini belum lengkap tanpa adanya sertifikat atas desain
industri. Jika kondisinya seperti ini, permen Lollyball hanya mendapat
perlindungan atas merek dagangnya, namun tidak mendapat perlindungan dan
pengakuan atas desain industrinya. Oleh sebab itu, pendaftaran legalitas atas
suatu produk haruslah lengkap dan dilakukan sesegera mungkin. Hal ini
diperlukan agar produsen memperoleh jaminan perlindungan hukum yang sah atas
hak milik perindustrian untuk produk yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA: