Breaking News

Slide Show

Thursday, January 5, 2017

CONTOH KASUS HAK CIPTA, PATEN, MERK, RAHASIA DAGANG, DESAIN PRODUK DAN VARIETAS TANAMAN

CONTOH KASUS HAK CIPTA, MERK, PATEN, RAHSIA DAGANG, VARIETAS TANAMAN DAN DESAIN PRODUK
NAMA : ANDRI WAWAN (31214155)
Ø  Contoh Kasus HAK CIPTA
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi," ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.

Ø  Contoh Kasuk Hak Merk
KASUS PELANGGARAN HAK MEREK
Contoh Kasus Pelanggaran Hak Merek
Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar atau huruf yang berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang beraneka ragam dengan tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih keuntungan maksimal. Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem perdagangan baik berupa barang maupun jasa.

Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk sama ataupun sebaliknya.
Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik bidang industri. Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh lainnya.
1. Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.

Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
Ø  Contoh Kasus Hak Paten
Baru-baru ini, pertarungan hak paten antara Samsung dengan Apple di pengadilan nampaknya semakin meluas. Terlebih setelah pernyataan terbaru dari perusahaan yang didirikan oleh Steve Jobs tersebut. Apple mengatakan bahwa pemicu dari banyaknya pertikaian paten yang melibatkan Apple tak lain dan tak bukan adalah OS Android. Di pasaran saat ini banyak sekali beredar smartphone yang berbasis Sistem Operasi Android dan ditengarai banyak meniru produk keluaran Apple.
Dilihat dari pihak Samsung sendiri, perusahaan yang berbasis di Cupertino tersebut telah menyiapkan dokumen sebanyak 67 halaman sebagai bukti untuk melawan argumen-argumen yang dikeluarkan oleh musuhnya tersebut. Namun, dokumen-dokumen tersebut ternyata tidak hanya melibatkan Samsung sebagai pihak tertuduh pelanggaran hak paten. Beberapa produsen Android lain pun termasuk di dalamnya.
“Apple telah mengidentifikasi lusinan contoh dimana Android digunakan atau menjadi pemicu perusahaan lain untuk memakai teknologi yang telah dipatenkan Apple,” tulis sebuah kalimat dalam dokumen tersebut. Dokumen tersebut sebenarnya telah diperlihatkan kepada Samsung pada Agustus 2010.
Namun ada yang menarik di balik perang paten tersebut, ternyata ada hubungan mesra dalam bisnis hardware  di antara keduanya. Perlu diketahui, bahwa Apple merupakan pelanggan terbesar Samsung. Beberapa perangkat penting iPad dan iPhone, diproduksi oleh Samsung.
Selain itu, Apple membeli panel LCD, flash memory, dan prosesor dari Samsung. Keputusan perang paten di AS, sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan bisnis jangka panjang antara kedua perusahaan  menginta semakin rumitnay kasus tersebut bergulir dan belum adanya titik temu diantara kedua belah pihak yang berseteru.
Analisis :
Hak khusus pemegang paten untuk melaksanakan temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada orang lain, yaitu: membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan, untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. Hak ini bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa dijalankan oleh orang yang memegang hak paten, orang lain dilarang melaksanakannya tanpa persetujuan pemegang paten



Ø  Contoh Kasus PVT

Seorang petani jagung bernama Budi Purwo Utomo terpaksa menjalani sidang di pengadilan negeri Kediri dan menerima putusan bersalah atas tuduhan tindak pidana turut serta melakukan sertifikasi tanpa izin. Oleh pengadilan negeri Kediri, si terdakawa, Budi Purwo Utomo, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut seta dengan sengaja ,elakukan sertifikasi tanpa izin. Terdakwa dihukum enam bulan percobaan satu tahun.
Terhadap putusan tersebut, penuntut umum mengajukan banding atas pengenaan hukuman yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kediri. Terhadap putusan Pengadilan Tinggi, baik penuntut umum maupum terdakwa sama-sama mengajukan kasasi. Permohonan kasasi penuntut umum berdasarkan alas an bahwa pengenaan hukum tidak memenuhi rasa keadilan, sedangkan permohonan kasasi terdakwa pada keberatan kedua menyatakan bahwa judex factie telah menerapkan tidak sebagaimana mestinya.
Mahkamah agung menyatakan meolak permohonan kasasi terdakwa. Alasannya, pemohon kasasi terdakwa maupun penuntut umum tidak dapat dibenarkan karena judex factie tidak salah dalam menerapkan hukum. Dalil-dalil terdakwa adalah bahwa judex factie telah salah mengartikan/ memahami uraian unsure “sertifikasi tanpa izin” dan karena itu telah salah pula dalam penerapan hukumnya ke dalam kasus a quo.
Judex factie mengartikan atau menyimpulkan hal-hal berikut ini.
1.      Penangkaran benih jagung atau memproduksi benih jagung tanpa izin merupakan bagian kegiatan “sertifikasi tanpa izin” sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat(1) huruf b Undang-Undang nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
2.      Pengertian Judex factie mengenai “sertifikasi tanpa izin” sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 12 tahun 1992 adalah salah.
3.      Ada beberapa hal (yang harus dibuktikan) jika kita akan menyatakan bahwa terdakwa melakukan kegiatan sertifikasi, yaitu bahwa pengertian sertifikasi yang benar adalah pemberian sertifikat benih tanaman setelah malalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi persyaratan untuk diedarkan. Dengan demikian, unsure pokok dan terpenting sertifikasi adalah pemebrian sertifikat benih tanaman. Adapun hal itu dilakukan setelah didahului dengan beberapa tahapan, diantaranya pemeriksaan, pengujian dan pengawasan.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, telah terbukti bahwa saksi tidak tahu atau tidak melihat terdakwa melakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian laboratorium, pemasangan label, serta pengeluaran sertifikat benih tanaman. Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa yakin bahwa terdakwa memang bukan dalam konteks melakukan sertifikasi yang meliputi proses kegiatan pemeriksaan, pengujian laboratorium, pemasangan label, serta pengeluaran sertifikat benih tanaman. Semua tahapan tersebut harus dipenuhi untuk menyatakan bahwa terdakwa melakukan sertifikasi.

Menurut keterangan saksi Ahli M. Najih di persidangan, yang dimaksud sertifikasi tanpa izin adlah bila perseorangan atau badan hukum yang tidak mempunyai kewenangan (izin menteri) telah mengeluarkan sertifikat benih tanaman. Seseorang yang hanya menanam jagung tidak termasuk melakukan kegiatan sertifikasi tanpa izin sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat
(1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
Dalam keberatan ketiga permohonan kasasi terdakwa disebutkan bahwa Pengadilan Negeri Kediri telah menyinggung Hak PVT dari PT BISI sebagaimana ternyata dalam pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Negeri Kediri halaman 33 yang isinya, “ Menimbang bahwa hasil persilangan tanaman jagung FS4 dan FS9 menghasilkan jagung hibrida BISI-2 yang merupakan jenis jagung unggul telah memperoleh sertifikasi dari Departemen Pertanian dan varietas tanaman jagungnya telah dilepas oleh Menteri Pertanian/pemerintah untuk diedarkan dan karenanya juga mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (Hak PVT) sesuai Undang-Undang nomor 29 tahun 2000. ”
Pertanyaan kuasa hukum terdakwa adalah dari manakah dasar putusan hakim yang menyatakan bahwa jagung FS4 dan FS9 telah mendapatkan Hak PVT? Padahal, saksi-saksi: Sugian, Hadi Winarno, Suryo, dan Triono Hardianto menyatakan saat ini PT BISI belum mempunyai Hak PVT, sedangkan saksi Jumidi, Khusen, Dawam dan Slamet menyatakan tidak tahu.
Dalam perkara a quo yang paling mungkin didakwakan kepada terdakwa adalah pelanggaran terhadap Hak PVT yag dimiliki PT BISI yang dilindungi berdasarkan UURD. Namun, sebelum memutuskan adanya pelanggaran Hak PVT, harus dibuktikan kepemilikan hak PVT berdasarkan tanda bukti Hak PVT yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian c.q. Kantor Perlindungan Varietas Tanaman. Selain itu, harus diuraikan dan dibuktikan di pengadilan tentang bagian mana Hak PVT yang dilanggar terdakwa. Dalam perkara a quo jelas bahwa judex factie tidak menggunakan UURD sebagai dasar untuk memutuskan pelanggaran tersebut, tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992tentang system Budi Daya Tanaman, khususnya pasal 61 ayat (1) huruf b tentang sertifikasitanpa izin, yang justru merupakan sesuatu yang tidak dilakukan terdakwa.










Ø  Contoh Kasus RAHASIA DAGANG
Hitachi Digugat Soal Rahasia Dagang
Bisnis Indonesia, Suwantin Oemar, 21 Oktober 2008
JAKARTA: PT Basuki Pratama Engineering mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Bekasi terhadap PT Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127 miliar, karena diduga melanggar rahasia dagang.
    Selain PT Hitachi Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang dijadikan sebagai tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas sebagai mantan Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono tergugat III, Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat Widiastanto tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat VIII, Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.
Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT Basuki Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan pada 28 November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan itu dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan metode produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.
PT BPE bergerak dalam bidang produksi mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin pengering kayu.
    Penggugat, katanya, adalah pemilik dan pemegang hak atas rahasia dagang metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di Indonesia "Metode proses produksi itu sifatnya rahasia perusahaan," katanya.
Dia menjelaskan bahwa tergugat IV sampai dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan tergugat PT HCMI.
    Tergugat, katanya, sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama ini menjadi rahasia dagang PT BPE.
PT BPE, menurutnya, sangat keberatan dengan tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak.
Bayar ganti rugi
    "Para tergugat wajib membayar ganti rugi immateriil dan materiil sekitar Rp127 miliar atas pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".
Sebelumnya, PT BPE juga menggugat PT HCMI melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus pelanggaran desain industri mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis hakim Namun, PT HCMI diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Sementara itu, kuasa hukum PT HCMI, Otto Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran rahasia dagang oleh PT BPE terhadap mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada prinsipnya sama dengan pengaduan ataupun gugatan BPE sebelumnya.
    Gugatan itu, menurut Otto Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima Bisnis, dilandasi oleh tuduhan BPE terhadap mantan karyawannya bahwa mereka telah mencuri rahasia dagang berupa metode produksi dan metode penjualan mesin boiler.
Padahal, ujarnya, mantan karyawan BPE yang memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk mencari dan mendapatkan penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja, dan sama sekali tidak melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun peraturan perusahaan BPE. Bahkan, menurutnya, karyawan itu telah banyak memberikan kontribusi terhadap BPE dalam mendesain mesin boiler.
    Dia menjelaskan konstitusi dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi pekerja, termasuk hak untuk pindah kerja.HCMI optimistis gugatan BPE tersebut tidak berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap objektif, sehingg gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnya

Ø  Contoh Kasus DESAIN PRODUK
Alpenliebe adalah salah satu merek permen yang banyak digemari masyarakat Indonesia di masa kini. Permen Alpenliebe pada awalnya dikenal masyarakat Indonesia sebagai permen dengan rasa karamel. Seiring dengan perkembangan waktu, Perfetti Van Melle S.P.A sebagai produsen permen Alpenliebe tersebut juga melakukan inovasi terhadap produknya dengan meluncurkan produk baru yaitu Alpenliebe Lollipop.
Permen Alpenliebe Lollipop yang beredar di pasaran Indonesia ternyata sempat menimbulkan sengketa desain industri dengan salah satu produk permen dalam negeri milik pengusaha Indonesia. Agus Susanto adalah salah satu pengusaha permen asal Indonesia yang memproduksi permen Lollyball bermerek Yoko. Agus mengajukan gugatan pembatalan desain industri Perfetti Van Melle S.P.A untuk jenis produk permen Alpenliebe Lollipop. Gugatan Agus dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada bulan Juli 2009. Persidangan perkara No. 42/Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST sudah memasuki babak akhir. Masalahnya bersumber dari kesamaan desain permen Lollyball dengan desain permen Lollipop. Desain industri milik Perfetti Van Melle terdaftar dalam sertifikat No. ID 004058 tanggal 8 Januari 2003 dengan judul Lollipops.
Menurut kuasa hukum Agus dari Pieter Talaway & Associates, kesamaan itu terletak pada bentuk dan konfigurasi. Namun dalam gugatan tidak dijelaskan secara rinci dimana letak kesamaannya. Kesamaan itu dapat mengecoh masyarakat tentang asal usul atau sumber produk Agus dan Perfetti Van Melle sehingga bertentangan dengan Pasal 4 UU No. 31 Tahun 2001 tentang Desain Industri. Desain industri permen Alpenliebe dinilai tidak memiliki kebaruan. Karena itu, dalam petitum gugatan, Agus meminta majelis hakim agar membatalkan desain industri milik Perfetti Van Melle. Sebab sebelum Perfetti Van Melle mendaftarkan desain industri permen Alpenliebe, konfigurasi desain sudah beredar luas (public domain). Perfetti Van Melle dinilai tidak beritikad baik dalam mendaftarkan desain industri. Agus sendiri telah memproduksi permen Yoko sejak tahun 1999. Ia juga telah mengantongi sertifikat merek No. 460924 pada 5 Januari 2001. Kemudian diperpanjang dengan sertifikat No. IDM 000194839.
Kuasa hukum Perfetti Van Melle dari Soemadipraja & Taher, menyatakan gugatan Agus tidak berdasar. Karena Agus sendiri tidak pernah mendaftarkan desain industri Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif atas desain permen Lollyball. Apalagi, melarang pihak lain untuk mengunakan desain yang menyerupai desain permen Lollyball. Faktanya, etiket desain industri permen Lollipops dan Lollyball pun berbeda. Etiket merek permen Lollyball memiliki berbagai macam unsur gambar. Selain itu, pada desain produk permennya terdapat garis di permukaan. Sementara, pada permukaan permen Lollipops bergaris dengan alternatif warna yang berbeda. Garis itupun bervariasi, ada yang horisontal, diagonal kiri ke kanan atau sebaliknya dan atau tidak beraturan/bervariasi.
Dalam rezim hukum desain industri tidak dikenal konsep kemiripan atau persamaan pada pokoknya dalam konsep perlindungan desain industri di Indonesia. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM mengeluarkan sertifikat desain industri untuk produk Perfetti Van Melle menunjukan pendaftaran desain industri tidak bermasalah. Tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama dan kesusilaan. Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah melalui tahap pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah diumumkan. Ketika, masa pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon pendaftaran desain industri yang diumumkan. Kuasa hukum Perfetti Van Melle menilai tidak mungkin perusahaan asal Italia itu membahayakan reputasinya dengan meniru desain permen dari produsen lain.
ANALISIS KASUS
Kasus sengketa desain industri antara permen Alpenliebe Lollipop dengan permen Yoko Lollyball pada dasarnya diawali karena adanya kemiripan di antara kedua produk tersebut dalam hal bentuk dan konfigurasi. Gugatan yang diajukan oleh Agus Susanto kurang memiliki dasar pertimbangan yang kuat karena Agus sendiri tidak pernah mendaftarkan desain industri Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif atas desain permen Lollyball. Selain itu dari pihak kuasa hukum Agus juga tidak dapat menjelaskan secara rinci di mana letak kesamaannya.
Gugatan Agus semakin diperlemah dengan adanya fakta yang dapat ditunjukkan pihak Perfetti Van Melle bahwa etiket desain industri permen Lollipops dan Lollyball berbeda. Bukan hanya itu, Perfetti Van Melle juga dapat membuktikan bahwa produk Alpenliebe Lollipop telah mendapatkan sertifikat desain industri. Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah melalui tahap pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah diumumkan. Ketika, masa pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon pendaftaran desain industri yang diumumkan. Berdasarkan kondisi tersebut, gugatan yang diajukan oleh Agus Susanto memang tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran desain industri yang dilakukan oleh pihak Perfetti Van Melle.

Desain industri permen Lollyball seharusnya segera didaftarkan ketika baru tercipta. Gugatan Agus Susanto menjadi gugatan yang lemah karena Agus sendiri tidak memiliki serifikat desain industri atas permen Lollyball. Meskipun telah memiliki sertifikat merek No. 460924 pada tahun 2001, namun hal ini belum lengkap tanpa adanya sertifikat atas desain industri. Jika kondisinya seperti ini, permen Lollyball hanya mendapat perlindungan atas merek dagangnya, namun tidak mendapat perlindungan dan pengakuan atas desain industrinya. Oleh sebab itu, pendaftaran legalitas atas suatu produk haruslah lengkap dan dilakukan sesegera mungkin. Hal ini diperlukan agar produsen memperoleh jaminan perlindungan hukum yang sah atas hak milik perindustrian untuk produk yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA:






No comments:

Post a Comment